Kegagalan Indonesia menghelat Piala Dunia U-20 2023 tak lantas membuat reputasi Ketua Umum PSSI, Erick Thohir terpuruk. Sebaliknya, reaksi masyarakat luas positif melihat perjuangan pria yang juga menjabat sebagai Ketua Local Oganizing Committe (LOC) hajatan akbar yang diikuti 24 negara tersebut.
Hasil survei Lembaga Survei Indonesia terkini mempertegas hal tersebut. Persentase publik yang meyakini Erick telah berjuang maksimal agar FIFA tidak mencabut status Indonesia sebagai host World Cup U-20 menembus angka 80,6 persen. Persentase yang tidak puas dengan kegagalan lobi sang menteri BUMN hanya 12,6 persen saja.
"Jika melihat usaha apa yang dilakukan Erick Thohir sudah maksimal. Masyarakat juga menilai itu dan saya sependapat. Hanya saja, pemerintah tidak bisa mengontrol aksi politisi-politisi kita menyangkut soal isu penolakan Israel. Seandainya tegas sejak awal, situasinya tidak akan semakin parah. PSSI jadi korban. Dalam situasi yang begini, meski sudah maksimal, sulit bagi Erick Thohir memperbaiki keadaan. Meski demikian, kita patut bersyukur FIFA tidak menjatuhkan sanksi berat," ujar Kesit Handoyo, pengamat sepakbola senior di Jakarta.
Baca Juga: Indonesia Tak Dapat Sanksi Berat dari FIFA, Kemampuan Negosiasi Erick Thohir Sudah Teruji
Hal senada juga disampaikan pengamat lqinnya, M. Kusnaeni yang meminta pemerintah memberikan dukungan penuh kepada stakeholder olahraga, seperti salah satunya PSSI sehingga pengembangan olahraga nasional tumbuh maksimal.
“Ironis jika orang seperti Erick Thohir yang sudah berjuang maksimal, dan sejalan dengan arahan Presiden, tidak mendapat dukungan dari sektor lain,” ujarnya.
Baca Juga: Viral Video Presiden FIFA Sebut Indonesia Bisa Ikut Piala Dunia U-20 2023, Ternyata Hoaks
PSSI dan pengurus olahraga lain, kata Kesit, harus duduk satu meja beserta pemerintah. Mereka harus memutuskan posisi olahraga ke depan.
“Misalnya apalah mau berkibar di level internasional dengan menjadi tuan rumah event-event besar, atau hanya begini-begini saja.”
Kesit menambahkan bahwa aturan main di olahraga sudah jelas, berbeda dengan politik.
“Jika mau jadi tuan rumah hajatan besar olahraga, kita tidak bisa menolak negara-negara yang tidak punya hubungan diplomatik untuk datang dan bertanding," jelas Kusnaeni.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: