Estadio Hernando Siles, La Paz, Bolivia (en.wikipedia.org)
Estadio Hernando Siles, stadion kandang tim nasional Bolivia yang terletak di Ibu Kota negara itu, La Paz menyimpan kenangan buruk bagi seorang Lionel Messi.
Stadion ini bak senjata mematikan Bolivia yang menjadi sumber kontroversi di ranah sepak bola Internasional.
Bagaimana tidak, stadion tersebut terletak di antara pegunungan di Andes timur laut, sekitar 3.637 meter di atas permukaan laut, menjadikannya salah satu stadion olahraga tertinggi di dunia.
Pada ketinggian seperti itu, atlet perlu waktu 1 atau 2 minggu untuk menyesuaikan diri karena lapisan udara sangat tipis. Akibatnya, Bolivia biasanya mendapatkan keuntungan fisik yang signifikan melawan tim asing karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi demikian.
Oleh sebab itu, laga tandang ke Estadio Hernando Siles menjadi momok menakutkan bagi tim di seluruh Amerika Selatan, seperti yang dialami Argentina pada 2013 selama kualifikasi Piala Dunia.
Hanya butuh 45 menit bagi tim tamu untuk merasakan dampak buruk bermain pada ketinggian ekstrem di mana Messi muntah-muntah di lapangan saat peluit turun minum dan rekan setimnya Angel Di Maria membutuhkan masker oksigen.
Baca Juga: Dibiarkan Berbaring Saat Tendangan Bebas, Rio Ferdinand Anggap Messi Tak Dihargai
Setelah pertandingan berakhir dengan skor 1-1, kapten Argentina itu mengatakan bermain di ketinggian ekstrem sangat buruk sehingga hasil imbang sudah cukup.
"Sangat buruk bermain di sini di ketinggian, jadi hasil imbang adalah hasil yang bagus bagi kami. Setiap kali Anda berusaha atau bermain dengan kecepatan tinggi, Anda perlu waktu untuk pulih," kata Messi dikutip dari Daily Star.
"Beberapa pemain mengalami sakit kepala dan yang lain merasa sedikit pusing," tambahnya.
Sebelumnya, Brazil adalah negara pertama yang mengeluh tentang ketidaksesuaian tempat setelah kalah 2-0 dari Bolivia pada 1993, yang merupakan kekalahan pertama tim Samba dalam kualifikasi Piala Dunia.
Dua tahun sebelumnya, FIFA sempat memberlakukan larangan pertandingan internasional yang dimainkan di ketinggian lebih dari 2.500 meter di atas permukaan laut.
Keputusan itu memicu kemarahan di Bolivia, dan presiden negara itu, Evo Morales, menuduh FIFA melakukan diskriminasi, bahkan mencap larangan tersebut "apartheid sepak bola".
"Ini bukan hanya larangan Bolivia, tetapi juga larangan universalitas olahraga," katanya dalam rapat kabinet darurat saat itu.
Morales bersumpah untuk memimpin kampanye menentang keputusan tersebut dan kemudian bergabung dengan Maradona yang mengambil bagian dalam pertandingan selama 1 jam di stadion untuk menunjukkan kepada dunia bahwa jika seorang pemain berusia 47 tahun bisa bermain di stadion itu, begitu pula atlet muda profesional. Setahun kemudian, larangan itu pun dicabut.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: