Kategori Berita
Media Network
Sabtu, 21 SEPTEMBER 2024 • 11:27 WIB

Haruskah Premier League Menerapkan Batasan Gaji Pemain Seperti di MLS untuk Mencegah Masalah Keuangan?

Trofi Premier League (REUTERS/Dylan Martinez)

INDOZONE.ID - Masa sebelum adanya Profit and Sustainability Rules (PSR) adalah masa yang lebih sederhana bagi Premier League. Klub-klub bebas berbelanja besar-besaran, meskipun beberapa mengalami masalah keuangan, seperti Leeds United dan Portsmouth.

Saat itu, belum ada klub yang sampai harus menjual aset besar demi menyeimbangkan pembukuan keuangan mereka. Namun, sejak penerapan PSR, banyak penggemar dan eksekutif klub merasa bingung dan kesulitan memahami aturan tersebut.

Di sisi lain, penggemar Major League Soccer (MLS) sudah terbiasa dengan aturan ketat terkait batasan gaji dan pengeluaran. Sistem ini sudah menjadi bagian dari liga sepak bola Amerika Serikat sejak didirikan hampir 30 tahun yang lalu.

Di MLS, bukan hanya soal berapa banyak yang bisa dibelanjakan klub, tetapi juga tentang apa yang diizinkan untuk dibelanjakan. Bagi sebagian orang, batasan ini dianggap menghambat potensi liga untuk bersaing dengan sepak bola Eropa.

Namun, saat sepak bola Eropa mulai mendekati model yang digunakan di Amerika Serikat, pertanyaan muncul: Apakah MLS sudah benar selama ini? Apakah Premier League perlu menerapkan batasan gaji seperti di MLS untuk mencegah masalah keuangan?

Tujuan PSR yang Baik, Tapi Bermasalah

Profit and Sustainability Rules (PSR) di Premier League diperkenalkan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas keuangan klub. Aturan ini membatasi kerugian yang bisa dialami klub, dengan batas maksimal £105 juta dalam tiga musim.

Namun, celah dalam aturan ini justru membuka kesempatan bagi klub untuk mengakali keuangan dan pasar transfer.

Misalnya, biaya infrastruktur seperti pembangunan stadion dan fasilitas lain dapat dikecualikan dari perhitungan keuangan. Contohnya, Chelsea menjual dua hotel di dekat Stamford Bridge kepada perusahaan yang dimiliki oleh Todd Boehly dan Clearlake Capital.

Selain itu, biaya akademi dan tim sepak bola wanita juga tidak diperhitungkan, sementara penjualan pemain lokal bisa dihitung sebagai keuntungan murni.

Salah satu contoh paling mencolok adalah penjualan Conor Gallagher, pemain lulusan akademi Chelsea yang tampil apik musim lalu. Meski menjadi salah satu pemain terbaik klub, Gallagher terpaksa dijual demi mencatatkan keuntungan £35 juta.

Ironisnya, Chelsea kemudian menggunakan uang tersebut untuk mendatangkan João Félix dengan biaya £45 juta, yang pembayarannya bisa dicicil dalam beberapa musim. Hal ini menunjukkan bagaimana PSR justru menjadikan pemain lokal lebih berharga secara finansial daripada kontribusi mereka di lapangan.

Keberhasilan Batasan Gaji di MLS

Di Major League Soccer (MLS), ada mekanisme yang lebih mendukung pengembangan pemain muda. Aturan Pemain Lokal memungkinkan klub untuk mempromosikan pemain akademi ke tim utama tanpa harus menghitung mereka sebagai bagian dari batasan gaji.

Dengan sistem ini, klub yang memiliki akademi yang produktif mendapatkan keunggulan kompetitif di lapangan, seperti yang seharusnya terjadi.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: The Guardian

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Haruskah Premier League Menerapkan Batasan Gaji Pemain Seperti di MLS untuk Mencegah Masalah Keuangan?

Link berhasil disalin!