Dengan hanya tiga gelandang, tim bisa kesulitan menghadapi lawan yang menggunakan formasi dengan lebih banyak pemain di tengah, seperti 4-2-3-1 atau 4-4-2.
Dalam situasi seperti ini, lini tengah bisa menjadi kewalahan, terutama jika tim lawan memiliki gelandang yang kuat dalam penguasaan bola dan mobilitas.
Meskipun formasi ini memungkinkan serangan dari sisi sayap, sisi defensif sayap bisa menjadi titik lemah.
Bek sayap (full-back) harus bermain sangat agresif dan naik ke depan untuk mendukung serangan, yang dapat membuka ruang di belakang mereka.
Tim lawan bisa memanfaatkan celah ini untuk melakukan serangan balik cepat di sisi sayap.
Baca Juga: Pascal Struijk Bisa Jadi Pemain Termahal di Asia Tenggara, Jika Nanti Bela Timnas Indonesia
Formasi 4-3-3 sangat bergantung pada kinerja beberapa pemain kunci, seperti gelandang bertahan dan penyerang sayap.
Jika salah satu dari mereka absen atau mengalami penurunan performa, dinamika tim dapat terganggu.
Sebagai contoh, jika gelandang bertahan tidak mampu menjaga keseimbangan antara menyerang dan bertahan, tim bisa menjadi terlalu rentan terhadap serangan balik.
Karena banyaknya ruang yang harus ditutupi oleh pemain, terutama di sisi sayap, formasi 4-3-3 menuntut kondisi fisik yang prima dari pemain-pemain kunci.
Bek sayap, gelandang box-to-box, dan penyerang sayap, harus memiliki stamina yang cukup untuk terus bergerak sepanjang pertandingan.
Jika kondisi fisik pemain menurun, efektivitas formasi ini akan berkurang, terutama dalam hal pressing dan transisi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Coachesvoice.com, Thesporting.blog